Nyi Roro Kidul Pernah Kena Tsunami?
Dalam pertemuan kongres paranormal di Paris pada tahun 1980an, para paranormal umumnya tertarik pada fakta bahwa legenda Nyi Roro Kidul berkembang di kalangan masyarakat sepanjang selatan Indonesia, bukan hanya pantai selatan Jawa. Suatu kawasan yang sangat panjang. Itu pula yang menjadikan peneliti "paleotsunami" (tsunami purba) itu penasaran pada legenda tersebut. Mari kita selidiki lebih lanjut.
Kawasan tempat mukim masyarakat yang mewarisi legenda Nyi Roro Kidul itu, yang dikenal sebagai kawasan pantai selatan, berhadapan dengan Samudera Indonesia, yaitu daerah zona subduksi lempeng bumi.
Subduksi ialah proses menghujamnya lempeng benua yang bermassa lebih besar ke lempeng benua yang ada di bawahnya. Proses subduksi yang berlangsung terus-menerus itu yang menciptakan negeri kepulauan Indonesia beserta kesuburannya. Tapi, proses itu pula yang memberikan berbagai bencana, letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami.
Dalam kaitan itu, nampak lukisan Nyi Roro Kidul yang merekam legenda tersebut. Di sana digambarkan seorang ratu yang mengendalikan kereta kuda dalam balutan ombak besar yang bergulung-gulung. Jangan-jangan legenda itu sebenarnya pesan bahwa pernah ada tsunami di sana?
Kawasan tempat mukim masyarakat yang mewarisi legenda Nyi Roro Kidul itu, yang dikenal sebagai kawasan pantai selatan, berhadapan dengan Samudera Indonesia, yaitu daerah zona subduksi lempeng bumi.
Subduksi ialah proses menghujamnya lempeng benua yang bermassa lebih besar ke lempeng benua yang ada di bawahnya. Proses subduksi yang berlangsung terus-menerus itu yang menciptakan negeri kepulauan Indonesia beserta kesuburannya. Tapi, proses itu pula yang memberikan berbagai bencana, letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami.
Dalam kaitan itu, nampak lukisan Nyi Roro Kidul yang merekam legenda tersebut. Di sana digambarkan seorang ratu yang mengendalikan kereta kuda dalam balutan ombak besar yang bergulung-gulung. Jangan-jangan legenda itu sebenarnya pesan bahwa pernah ada tsunami di sana?
Itu dikuatkan dengan legenda ratu pantai selatan tersebut yang digambarkan sering meminta tumbal dengan mengirimkan ombak besar jauh ke daratan. Kemudian, sebagian korbannya dikirim kembali ke darat sebagai pesan dari Nyi Roro Kidul. Persis kejadian tsunami.
Di sisi lain, mengkaitkan legenda Nyi Roro Kidul dengan sejarah tsunami merupakan ide "aneh" yang berpotensi untuk mengungkap sejarah kejadian tsunami. Bantuan ilmuwan sosial untuk mengungkap asal mula legenda itu juga diyakini bisa membantu penelitian sejarah kejadian tsunami.
Pikiran yang sekarang berkembang adalah boleh jadi pernah ada kejadian besar yang sangat membekas masyarakat jaman dahulu. Kejadian itu terekam dalam legenda Nyi Roro Kidul.
Persoalan yang ingin diungkap dalam paleotsunami, antara lain sejarah terjadinya tsunami dan berapa besarannya. Untuk itu ada pertanyaan yang ingin diungkap, "Kapan legenda itu mulai berkembang?"
Kisah seperti itu, misalnya, akan memperkuat hasil penelitian geologi yang mencari jejak tsunami purba. Misalnya mengenai bukti gempa dan endapan tsunami yang terjadi pada 400 tahun lalu di Cilacap dan Pangandaran yang diyakini jauh lebih besar ketimbang yang terjadi pada 2006.
Dalam sebuah poster yang dipamerkan di workshop disebutkan, empat kandidat endapan tsunami ditemukan di tebing sungai Cimbulan Pangandaran. Salah satunya berupa lapisan pasir tebal hingga 20 cm yang diendapkan di atas lumpur mangrove dan ditutupi endapan banjir.
Pasir itu mengandung cangkang "fora minifera" yang biasanya hidup di laut lepas. Analisis pentarikhan umur terhadap dua sampel yang diambil dari dua tempat berbeda menunjukkan lapisan pasir tsunami itu diendapkan 400 tahun lalu.
"Mungkinkah kejadian tsunami ini terkait dengan asal mula legenda Nyi Roro Kidul?" demikian pertanyaan dalam buku berjudul "Selamat dari Bencana Tsunami" yang berkisah tentang orang-orang yang sintas dari tsunami Aceh dan Pangandaran. Buku itu juga membahas sejumlah cerita tradisional yang diyakini terkait dengan peristiwa tsunami.
Dukung-mendukung ilmuwan sosial dan peneliti geologi itu suatu saat akan memberikan hasil yang bisa memberikan data untuk menjawab pertanyaan "seberapa sering tsunami terjadi di pantai selatan?"
Jawaban atas pertanyaan itu akan memberikan banyak konsekwensi, setidaknya bisa mengubah pandangan hidup masyarakat di kawasan itu bahwa mereka hidup dalam daerah yang rawan tsunami?
Kalau itu tercipta, maka masyarakat akan mudah diajak untuk hidup akrab dengan tsunami, mudah mengajak mereka untuk selalu bersiaga menghadapi bencana, hingga mudah untuk mengajari mereka untuk melakukan tindakan penyelamatan diri dengan benar ketika bencana itu akhirnya tiba.
Pengetahuan lokal
Memperlakukan legenda sebagai pesan dari nenek moyang mengenai tsunami juga mengangkat kembali harkat legenda itu dari berbagai bungkus yang selama ini menutupinya. Hal ini disebabkan karena banyak cerita turun-temurun di sejumlah daerah, yang jika dicermati bisa dicocokkan dengan kejadian tsunami. Dari perjalanan di sejumlah daerah yang pernah dilanda tsunami, didapati cerita yang sebenarnya merupakan pengetahuan lokal untuk menyelamatkan diri dari bencana terjangan gelombang besar. Itu bisa ditemukan mulai dari Majene, Lombok, Mentawai, dan Simeulue, walaupun yang masih mengingat pengetahuan tradisional itu sebagai kiat untuk menyelamatkan diri dari terjangan tsunami itu hanya di Simeuleu.
Pengetahuan itu disebut oleh masyarakat setempat sebagai "smong". Bagi peneliti tsunami, Simeulue, pulau di barat daya Aceh, merupakan laboratorium sempurna mengenai tsunami. Di sana, peneliti mendapati banyak endapan tsunami, catatan gempanya lengkap, dan ada pesan nenek moyang tentang tsunami yang terus dipatuhi masyarakatnya.
Dalam buku "Selamat dari Bencana Tsunami" disebutkan bahwa Pulau Simeulue berada paling dekat dengan pusat gempa bumi 26 Desember 2004. Namun hanya tujuh orang yang meninggal akibat sapuan gelombang tsunami. Itu berkat "smong".
"Smong" memuat pesan sederhana, namun masih dipatuhi warga Simeulue. Pesan itu berbunyi: "Jika terjadi gempa bumi kuat diikuti oleh surutnya air laut, segeralah lari ke gunung karenair laut akan naik".
Pengetahuan tradisional itu muncul setelah tsunami 1907. Disebutkan, seringnya tsunami sebelum 1907 di pulau itu memiliki andil bagi bersemainya pengetahuan tersebut. Catatan sejarah dan penelitian geologi menunjukkan pulau itu terlanda tsunami pada 1797, 1861, dan 1907. Pengetahuan serupa juga dimiliki masyarakat Mentawai, Sumetera Utara.
Banyak orang di pulau itu yang masih hafal pengetahuan yang diturunkan dalam bentuk syair. Namun, syair itu umumnya tidak lagi dipahami sebagai warisan untuk menghadapi tsunami.
Itu karena kata "teteu", judul syair tersebut, diartikan sebagai "kakek", walau bisa juga diartikan sebagai "gempa bumi". Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, syair itu berbunyi: Teteu, sang tupai bernyanyi/Teteu, suara gemuruh datang dari atas bukit-bukit/Teteu, ada tanah longsor dan kehancuran/Teteu dari ruh kerang laut sedang marah/karena pohon baiko telah ditebang/Burung kuliak bernyanyi/Ayam-ayam berlarian/Karena di sana teteu telah datang/Orang-orang berlarian. Di sana, kata "teteu" lebih diartikan sebagai "kakek", sehingga maknanya jauh dari bencana. Sedangkan, jika "teteu" diganti dengan "gempa bumi", maknanya akan lebih kuat.
Terbungkusnya pesan inti yang terkandung dalam pengetahuan lokal di Mentawai itu disebut sebagai kecenderungan yang ada di banyak daerah. Salah satu faktornya, tidak ada catatan yang bisa diwariskan oleh generasi yang lahir jauh hari setelah tsunami terjadi.
Apalagi, tsunami raksasa umumnya terjadi ratusan tahun sekali, sehingga cerita turun-temurun yang diwariskan berubah menjadi legenda yang penafsirannya bisa berbeda dari maksud semula. Ketika tsunami raksasa datang suatu kali, tidak ada lagi orang yang pernah mengalaminya, sehingga syair turun-temurun itu diturunkan sekadar warisan.
Mengkaitkan pengetahuan lokal dengan penelitian tsunami purba merupakan kesengajaan yang dilakukan karena selama ini catatan sejarah yang dimiliki Indonesia sangat pendek, dan tidak ada catatan yang menyebut gelombang raksasa yang terjadi 400 tahun lalu, misalnya. Yang banyak ditemukan justru cerita turun-temurun yang bisa ditafsirkan sebagai pesan tentang tsunami.
Dengan mengumpulkan dan mempelajari pengetahuan tradisional, diharapkan membantu analisis kejadian tsunami di masa lalu. Mengetahui tsunami masa lalu, katanya, akan membantu masyarakat sekitar untuk bereaksi secara tepat ketika menghadapi bencana serupa pada masa datang.
Penelitian tsunami di Meulaboh dan Thailand selatan menghasilkan temuan yang mengejutkan. Temuan yang dipublikasikan secara bersamaan dalam terbitan jurnal ilmiah internasional "Nature" edisi Oktober itu menunjukkan bahwa tsunami raksasa serupa dengan yang terjadi pada 2004 pernah terjadi di Aceh beberapa ratus tahun yang lalu.
Seandainya temuan itu sudah terungkap sebelum tahun 2004, katanya, maka usaha untuk menekan jumlah korban jiwa dan kerugian mungkin dapat dilakukan. Untuk menekan kerugian seperti itu, upaya penelitian paleotsunami harus ditingkatkan kapasitasnya. Upaya itu tidak lain untuk mengambil pelajaran dari kejadian masa lalu, termasuk dari penggalian daerah tsunami dan pengetahuan tradisional yang melingkupinya,
Selama ini penelitian serupa tidak sebanding dengan jumlah tsunami yang pernah terjadi di negeri ini. Hal itu bisa dilihat dari jumlah peneliti yang terjun dalam penelitian tsunami yang masih sedikit.
Maka dari itu selain diperlukan menggali tanah di daerah-daerah yang pernah dilanda tsunami untuk mencari bukti tsunami purba, hendaknya juga terus menggali cerita lokal, yang mungkin ada kaitannya dengan gelombang besar yang senang masuk ke daratan itu.
Di sisi lain, mengkaitkan legenda Nyi Roro Kidul dengan sejarah tsunami merupakan ide "aneh" yang berpotensi untuk mengungkap sejarah kejadian tsunami. Bantuan ilmuwan sosial untuk mengungkap asal mula legenda itu juga diyakini bisa membantu penelitian sejarah kejadian tsunami.
Pikiran yang sekarang berkembang adalah boleh jadi pernah ada kejadian besar yang sangat membekas masyarakat jaman dahulu. Kejadian itu terekam dalam legenda Nyi Roro Kidul.
Persoalan yang ingin diungkap dalam paleotsunami, antara lain sejarah terjadinya tsunami dan berapa besarannya. Untuk itu ada pertanyaan yang ingin diungkap, "Kapan legenda itu mulai berkembang?"
Kisah seperti itu, misalnya, akan memperkuat hasil penelitian geologi yang mencari jejak tsunami purba. Misalnya mengenai bukti gempa dan endapan tsunami yang terjadi pada 400 tahun lalu di Cilacap dan Pangandaran yang diyakini jauh lebih besar ketimbang yang terjadi pada 2006.
Dalam sebuah poster yang dipamerkan di workshop disebutkan, empat kandidat endapan tsunami ditemukan di tebing sungai Cimbulan Pangandaran. Salah satunya berupa lapisan pasir tebal hingga 20 cm yang diendapkan di atas lumpur mangrove dan ditutupi endapan banjir.
Pasir itu mengandung cangkang "fora minifera" yang biasanya hidup di laut lepas. Analisis pentarikhan umur terhadap dua sampel yang diambil dari dua tempat berbeda menunjukkan lapisan pasir tsunami itu diendapkan 400 tahun lalu.
"Mungkinkah kejadian tsunami ini terkait dengan asal mula legenda Nyi Roro Kidul?" demikian pertanyaan dalam buku berjudul "Selamat dari Bencana Tsunami" yang berkisah tentang orang-orang yang sintas dari tsunami Aceh dan Pangandaran. Buku itu juga membahas sejumlah cerita tradisional yang diyakini terkait dengan peristiwa tsunami.
Dukung-mendukung ilmuwan sosial dan peneliti geologi itu suatu saat akan memberikan hasil yang bisa memberikan data untuk menjawab pertanyaan "seberapa sering tsunami terjadi di pantai selatan?"
Jawaban atas pertanyaan itu akan memberikan banyak konsekwensi, setidaknya bisa mengubah pandangan hidup masyarakat di kawasan itu bahwa mereka hidup dalam daerah yang rawan tsunami?
Kalau itu tercipta, maka masyarakat akan mudah diajak untuk hidup akrab dengan tsunami, mudah mengajak mereka untuk selalu bersiaga menghadapi bencana, hingga mudah untuk mengajari mereka untuk melakukan tindakan penyelamatan diri dengan benar ketika bencana itu akhirnya tiba.
Pengetahuan lokal
Memperlakukan legenda sebagai pesan dari nenek moyang mengenai tsunami juga mengangkat kembali harkat legenda itu dari berbagai bungkus yang selama ini menutupinya. Hal ini disebabkan karena banyak cerita turun-temurun di sejumlah daerah, yang jika dicermati bisa dicocokkan dengan kejadian tsunami. Dari perjalanan di sejumlah daerah yang pernah dilanda tsunami, didapati cerita yang sebenarnya merupakan pengetahuan lokal untuk menyelamatkan diri dari bencana terjangan gelombang besar. Itu bisa ditemukan mulai dari Majene, Lombok, Mentawai, dan Simeulue, walaupun yang masih mengingat pengetahuan tradisional itu sebagai kiat untuk menyelamatkan diri dari terjangan tsunami itu hanya di Simeuleu.
Pengetahuan itu disebut oleh masyarakat setempat sebagai "smong". Bagi peneliti tsunami, Simeulue, pulau di barat daya Aceh, merupakan laboratorium sempurna mengenai tsunami. Di sana, peneliti mendapati banyak endapan tsunami, catatan gempanya lengkap, dan ada pesan nenek moyang tentang tsunami yang terus dipatuhi masyarakatnya.
Dalam buku "Selamat dari Bencana Tsunami" disebutkan bahwa Pulau Simeulue berada paling dekat dengan pusat gempa bumi 26 Desember 2004. Namun hanya tujuh orang yang meninggal akibat sapuan gelombang tsunami. Itu berkat "smong".
"Smong" memuat pesan sederhana, namun masih dipatuhi warga Simeulue. Pesan itu berbunyi: "Jika terjadi gempa bumi kuat diikuti oleh surutnya air laut, segeralah lari ke gunung karenair laut akan naik".
Pengetahuan tradisional itu muncul setelah tsunami 1907. Disebutkan, seringnya tsunami sebelum 1907 di pulau itu memiliki andil bagi bersemainya pengetahuan tersebut. Catatan sejarah dan penelitian geologi menunjukkan pulau itu terlanda tsunami pada 1797, 1861, dan 1907. Pengetahuan serupa juga dimiliki masyarakat Mentawai, Sumetera Utara.
Banyak orang di pulau itu yang masih hafal pengetahuan yang diturunkan dalam bentuk syair. Namun, syair itu umumnya tidak lagi dipahami sebagai warisan untuk menghadapi tsunami.
Itu karena kata "teteu", judul syair tersebut, diartikan sebagai "kakek", walau bisa juga diartikan sebagai "gempa bumi". Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, syair itu berbunyi: Teteu, sang tupai bernyanyi/Teteu, suara gemuruh datang dari atas bukit-bukit/Teteu, ada tanah longsor dan kehancuran/Teteu dari ruh kerang laut sedang marah/karena pohon baiko telah ditebang/Burung kuliak bernyanyi/Ayam-ayam berlarian/Karena di sana teteu telah datang/Orang-orang berlarian. Di sana, kata "teteu" lebih diartikan sebagai "kakek", sehingga maknanya jauh dari bencana. Sedangkan, jika "teteu" diganti dengan "gempa bumi", maknanya akan lebih kuat.
Terbungkusnya pesan inti yang terkandung dalam pengetahuan lokal di Mentawai itu disebut sebagai kecenderungan yang ada di banyak daerah. Salah satu faktornya, tidak ada catatan yang bisa diwariskan oleh generasi yang lahir jauh hari setelah tsunami terjadi.
Apalagi, tsunami raksasa umumnya terjadi ratusan tahun sekali, sehingga cerita turun-temurun yang diwariskan berubah menjadi legenda yang penafsirannya bisa berbeda dari maksud semula. Ketika tsunami raksasa datang suatu kali, tidak ada lagi orang yang pernah mengalaminya, sehingga syair turun-temurun itu diturunkan sekadar warisan.
Mengkaitkan pengetahuan lokal dengan penelitian tsunami purba merupakan kesengajaan yang dilakukan karena selama ini catatan sejarah yang dimiliki Indonesia sangat pendek, dan tidak ada catatan yang menyebut gelombang raksasa yang terjadi 400 tahun lalu, misalnya. Yang banyak ditemukan justru cerita turun-temurun yang bisa ditafsirkan sebagai pesan tentang tsunami.
Dengan mengumpulkan dan mempelajari pengetahuan tradisional, diharapkan membantu analisis kejadian tsunami di masa lalu. Mengetahui tsunami masa lalu, katanya, akan membantu masyarakat sekitar untuk bereaksi secara tepat ketika menghadapi bencana serupa pada masa datang.
Penelitian tsunami di Meulaboh dan Thailand selatan menghasilkan temuan yang mengejutkan. Temuan yang dipublikasikan secara bersamaan dalam terbitan jurnal ilmiah internasional "Nature" edisi Oktober itu menunjukkan bahwa tsunami raksasa serupa dengan yang terjadi pada 2004 pernah terjadi di Aceh beberapa ratus tahun yang lalu.
Seandainya temuan itu sudah terungkap sebelum tahun 2004, katanya, maka usaha untuk menekan jumlah korban jiwa dan kerugian mungkin dapat dilakukan. Untuk menekan kerugian seperti itu, upaya penelitian paleotsunami harus ditingkatkan kapasitasnya. Upaya itu tidak lain untuk mengambil pelajaran dari kejadian masa lalu, termasuk dari penggalian daerah tsunami dan pengetahuan tradisional yang melingkupinya,
Selama ini penelitian serupa tidak sebanding dengan jumlah tsunami yang pernah terjadi di negeri ini. Hal itu bisa dilihat dari jumlah peneliti yang terjun dalam penelitian tsunami yang masih sedikit.
Maka dari itu selain diperlukan menggali tanah di daerah-daerah yang pernah dilanda tsunami untuk mencari bukti tsunami purba, hendaknya juga terus menggali cerita lokal, yang mungkin ada kaitannya dengan gelombang besar yang senang masuk ke daratan itu.
35 komentar:
Beeuuuhh keren abis ni artikel... Good posting sob!
no comment ( ikut-ikutan mb Desy Ratnasari ...), takut kualat...hiiiii
Hmm,,...artikel dari mana nech kok detail banget,...
Hasil pemikiran pribadi ato wangsit dari Nyai,....
Hasss,....Salute
Wah wah...gara2 dapet wangsit dari ratu Kidul?Hebat mas postingane!Salut!
Data, fakta, legenda semuanya ada...
mantap dah artikelnya :D
Luar biasa Bung. Intinya sih, jangan menganggap remeh cerita2 tradisional para leluhur, karena di dalamnya terdapat pesan yang sarat akan makna.
Hebat.... top..top. Semua warga yang masih percaya sama "Smong", berhasil selamat dari bencana.
waw, klo ada org asli JOgja yg baca bs marah nih.. Dewi yang diagung2kan terbawa Tsunami. Hehehe, artikel yg bagus deh... Beri kuga komen donk di blogku.
mantap beritanya....beneran gak boss
BEUH ! UNTUNG AJA RUMAHKU DI PUSAT KOTA ... DEKET KRATON! AMAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAANN ! HEHEHEHE
mang ada hubungannya yah sama nyi roro kidul...???
btw....nie artikel sumbernya dari nyi roro kidul sdr yah.....*kaburrrrrrrrrrrrrr
wow aku ternganga ^o^
Wah, artikelnya keren... Bisa detail gini ya?
Sepertinya ada yg baru dapat wangsit :)
Siip..
ampun deh bacanya...panjang bener..keren!!!
two tumbs up
waduuhh . . .
nyi roro kidul mukanya kek apa yah ??
pgn minta resep nih supaya cantik . .
wehehehe
Wadow, kok bisa2'x ya dikaitkan antara Nyi Roro Kidul ma Tsunami...
Ada2 aja, hehehe...
ck ck ck ck, mantap man.........
good posting....
lengkap banget ? dashyat
sippppppppppppppppppppppp bossss
bagussssssss
Wah ternyata kisah Nyi Roro kidul klo diselami secara ilmiah bisa menguak banyak ttg tsunami ya. Good posting :)
Bagus sekali infonya... mungkin memang seperti itu ya.
artikelnya dari mana nih???
langsung dari nyi ror kidul uak???
komen saya cuman satu
"no commmennntt dehhhhh"
ada2 aja Nyi roro kidulnya,. jangan 2 Tsunami terjadi gara2 dia lagi maenan Air kali ya? hehehe..
naaahhh ini diaa,.. berarti jangan jangan tadinya nyi roro kidul korban bencana "yu nami" ya...
postingan mantabh....!! klo gak salah tafsir nih... berarti kita harus belajar dari sejarah ya..?(bener ga sih?)
mantaf nih postingan.... nyi roro kidul sekarang lagi apa ya? hehe
Nyi loro kidul emang luar biasa.. prediksi alamnya blm ada yg ngalahin...
wah... kapan tuh kena tsunaminya hehehe...
wah ini dapet wangsit dr nyi roro kidul sendiri yah kang, nice post, sangat komprehensif
Keren postingan na..
Detail uy.. hohoho
keren abis bro,sampe ngk nyadar kl komputer udah banjir kena ngiler hahahahahaha..TOP BGT
weh, saiya kira rumahnya si nyi roro kidul yang kena sunami :)
mantab man artikelnya, bagi donk ilmunya ke gwa .... (ilmu nulisnya)
wah...ada-ada aja tradisis leluhur kita...
Post a Comment